[Freelance] Retrouvailles

11379323_692139227586359_1728174212_n

Retrouvailles

baekpear’s storyline

 || Romance, Friendship ||

 ||Oneshot ||

 || Kim Jongin, Jung Soojung ||

|| Kim Myungsoo, Seulgi, Wendy, Sulli, Chanyeol, Sehun, Suho ||

“Dan jika diberi satu kesempatan lagi, mungkinkah Jongin masih bisa menggapai gadis itu?”

 

pict credit to @kimkaistal.

.

Sungguh, Jongin sudah muak dengan pria yang bertampang tegar di depan mukanya. Ia dengan senyum kebanggaannya itu seolah mengatakan jika dialah pria terkuat di seluruh galaksi. Meski pun itu dibangun diatas rongsokan menyedihkan yang menggerogoti tubuhnya. Sebuah kesalahan besar yang memaksa pria itu menjalani hidup dalam penyesalan. Jongin benci saat netra mereka bertubrukan. Ia ingin melayangkan pukulan keras ke wajah pria yang dipantulkan dalam cermin tersebut.

Jongin juga tak tahu sejak kapan rasa benci terhadap dirinya sendiri terlihat begitu nyata. Setiap kali ia mengingat gadis itu, ingin sekali ia membenturkan tengkorak kepalanya pada kerasnya dinding. Berharap rasa bersalah yang menyudutkannya sebagai pecundang itu akan hilang. Namun hingga tembok bata itu dibubuhi cairan merah kental, Jongin tetap saja merasa dirinya jatuh dalam jurang penyesalan.

Seandainya saja saat itu Jongin menyatakan apa yang dia rasakan selama ini pada gadis itu. Meraih tangannya dan memintanya untuk tinggal. Mengatakan hal tulus yang selama ini terpendam dalam perasaannya sendiri. Memberanikan diri tanpa peduli dengan gesekan dedaunan yang menemani.

Ya seandainya saja ia bisa memutar waktu.

Sebuah pesan tiba saat Jongin hendak menutup pintu kamar tidurnya. Pesan singkat sebagai pengingat yang sudah beberapa kali dikirim sahabatnya, Sehun. Jongin sendiri sudah berjanji akan menghadiri reuni SMA-nya setelah sebelum-sebelumnya ia menolak dengan berbagai alasan. Dan untuk kali ini sepertinya toleransi Sehun sudah habis dan ia tidak menerima alasan lainnya.

Oh Sehun.

Jong,  jangan sampai telat kalau tidak mau ku seret kemari.

.

.

“Kry, bagaimana gaunnya? Bagus tidak?” teriakan Sooyeon menembus dinding yang memisahkan lorong rumah dengan kamar adiknya. Ia sudah berdiri di depan pintu Soojung hampir setengah jam karena terlalu penasaran dengan penampilan sang adik yang mungkin tidak akan keluar jika Sooyeon tak menggedor pintunya.

“Diamlah, kak! Aku tak bisa berkonsentrasi mengamati diriku di cermin.” sahut Soojung tak kalah riuh dengan lengkingan Sooyeon.

“Oh ayolah sayang, kau tidak ingin party-nya selesai dan kau baru datang untuk membantu petugas kebersihan membereskan gedung olahraga sekolahmu ‘kan?” Sooyeon mulai mengoceh karena terlalu bosan menanti adiknya. Soojung hanya mencoba satu gaun, ia tidak sedang berada di butik yang memiliki banyak koleksi hingga membuatnya pusing.

“Tidak lucu Jess.” balas Soojung.

Satu hal yang Sooyeon garis bawahi, jika reuni SMA Soojung kali ini adalah satu dari sekian acara yang dinantikan gadis itu semenjak kepulangannya ke Korea. Itu juga alasan mengapa adik satu-satunya itu meminta dia untuk memilihkan gaun yang mungkin hanya dipakai dua sampai tiga jam itu.

Deritan terdengar saat Soojung membuka balok kayu yang menjadi tempat bersandar Sooyeon untuk  beberapa detik. Membuat gadis yang lebih tua lima tahun darinya itu terduduk mencium lantai. Dengan cekatan Sooyeon segera bangkit sembari menepuk-nepuk celananya yang terkontaminasi debu. Sementara pandangannya masih menelusuri setiap detil di gaun adiknya itu.

“Pas sekali untukmu, Kry!” Sooyeon memekik kegirangan. Seolah bangga dengan gaun yang perlu banyak pertimbangan untuk menyesuaikan selera Soojung yang sedikit unik. Namun beruntunglah gadis itu terlihat puas dengan hasil kerjanya.

“Terima kasih kak.”

Sebuah senyum hangat dihadiahkan spesial untuk gadis yang sebentar lagi berangkat dalam perjalanan cinta masa lalunya.

Good luck, dan jangan gugup jika bertemu dengan dia. Kau sudah lama menantikan hari ini ‘kan?”

.

.

Dunia seolah berhenti berputar ketika tungkai Jongin memasuki ruangan luas dengan dinding tinggi yang menjulang menubruk atap. Ruangan yang tujuh tahun lalu ia yakini sebagai gedung olahraga SMA nya kini disulap menjadi hall mini dengan hiasan klasik. Diam-diam ia memuji betapa kreatifnya panitia reuni kali ini.

Jongin memelankan langkahnya dengan tujuan mengamati satu per satu wajah yang ia rasa familiar. Ada beberapa sosok yang ia kenali tengah menikmati acara tanpa menyadari kehadiran dirinya. Ingin hati untuk menyapa namun Jongin ragu suaranya tak akan terdengar di riuhnya suasana ruangan ini.

Reuni kali ini memang berbeda dengan yang ia dengar diadakan beberapa tahun yang lalu. Kata Sehun, reuni hari ini melibatkan banyak angkatan sehingga berskala besar. Pantas saja ada wajah-wajah yang Jongin ingat sebagai seniornya saat di klub theater. Juga beberapa orang yang tak dikenalinya yang ia asumsikan sebagai adik kelas yang masuk setelah ia lulus.

Sudut mata Jongin menangkap sekumpulan manusia yang berdiri melingkar pada sebuah meja bundar. Tak ada bedanya dengan grup lain yang ia lihat semenjak melewati pintu masuk. Mereka juga membentuk komunitas sendiri dengan tujuan untuk melepas rindu pastinya. Pria itu dengan senyum rindunya berjalan santai ke arah mereka yang ia yakini sebagai koloni-koloninya kala SMA.

“Hei Kim Jongin!” ia disambut sapaan ramah gadis berambut hitam yang pertama kali menyadari keberadaannya. Jongin melambai  rendah sembari menarik bibirnya agar membuat lekukan semakin lebar.

“Lama tidak bertemu, Seul.” teman sekelas Jongin yang terdaftar sebagai satu dari beberapa sahabat gilanya, Kang Seulgi. Ia terlihat cantik dengan dress polkadot biru pula gaya rambutnya yang tetap saja sama semenjak SMA.

“Syukurlah kau masih hidup.” kekehan menguar dari bibir gadis yang dipoles gincu merah. Jongin sudah hafal betul suara itu yang gemar sekali mencari masalah dengannya dulu. Jinri memang sering mengucapkan kata-kata pedas meski pun itulah cara dia menunjukkan perhatian pada orang-orang yang dekat dengannya. Jadi Jongin sudah terbiasa.

“Ya, kukira kau sudah mencukur rambutmu dan bertapa di puncak Yasan.” Tambah Wendy. Rival Jongin jika menyangkut hal pendidikan. Gadis blasteran yang jail dan sering bersekongkol dengan Jinri untuk mengerjai Jongin dan juga kawan mereka lainnya.

Jongin yang baru saja bergabung dengan komplotan tersebut mulai menjadi bahan pembicaraan. Apalagi dengan duo gadis onar yang terus-terusan mengangkat topik memalukan. Sedangkan Jongin terlalu menikmati momen ini dengan sesekali menyangkal guyonan Jinri yang mengungkit masa-masa menyebalkannya kala SMA.

“Yah, apaan apaan ini? Kau terlihat lebih muda dariku?” Sehun menginterupsi. Ia menyentuh pipi Jongin tanpa permisi dan menjepitnya dengan kedua jari.

“Maaf membuatmu terlihat tua, Oh SeHun.” kata Jongin yang diiringi kekehan mengejek. Ia menepis tangan Sehun lalu meninju bahunya.

“Kau kemana saja bodoh? Berani-beraninya kau tidak menghadiri pernikahanku!” Jongin hampir saja lupa dengan eksistensi manusia jangkung yang berdiri diantara Sehun dan Wendy. Senior yang setahun lebih tua darinya. Park Chanyeol.

Sebuah senyum senyum kecut Jongin pamerkan. Ia sebenarnya juga tak enak kala tak menghadiri pernikahan seniornya itu dengan sahabatnya Wendy. Ya, mereka sudah menjalin hubungan sejak SMA dan Jongin juga turut senang kala keduanya memutuskan untuk melanjut ke jenjang yang lebih tinggi.

“Maafkan aku, hyung. Aku benar-benar minta maaf.” Jongin menampakkan deretan giginya kala mengumbar tampang menyesalnya. Sebenarnya ia punya alasan tersendiri mengapa tak menghandiri pernikahan mereka. Tapi tak mungkin juga ia mengatakannya blak-blakan disini.

“Kau ini bagaimana, Soojung saja rela mengambil cuti dan terbang dari Amerika. Masa pria Seoul ini tak sudi merogoh kocek untuk naik angkutan umum?” timpal Wendy yang semakin membuat hati Jongin mencelos. Apalagi mendengar nama gadis itu yang entah kenapa membuat pikirannya kosong melompong.

“Soojung datang?” tanya Jongin memastikan kalimat Wendy barusan.

Eoh, dia juga datang ke reuni ini loh.” Wendy menoleh ke tempat kosong disampingnya berusaha mencari sosok yang beberapa menit lalu masih berdiri disana. “Lho, kemana Soojung?” lanjut Wendy panik ketika tak mendapati gadis Jung itu.

Jongin merasa darahnya berdesir cepat. Jantungnya dipacu untuk menyeimbangkan benaknya yang sedikit kacau kala mendengar nama Soojung. Bukan tanpa alasan tentunya. Karena Soojung adalah gadis yang menorehkan kisah baru yang membuat masa SMA-nya terasa menyenangkan. Gadis yang membuat jantung Jongin berdebar saat tatapan mereka bertemu. Dan juga gadis yang membuat hari-hari Jongin terasa hampa kala kepergiannya.

Dan Jongin dengan bodohnya melepaskan gadis itu tanpa sepatah kata pun. Tak ada kata perpisahan. Ia bahkan tak sempat menyatakan jika ia benar-benar mencintai Soojung. Gadis itu sudah terlanjur terbang karena kepengecutan Jongin yang menggantungkan hubungan mereka.

Dan jika diberi satu kesempatan lagi, mungkinkah Jongin masih bisa menggapai gadis itu?

“Apa kabar, Kim Jongin?” seolah tersambar listrik bertegangan tinggi, Jongin mengangkat kepalanya dalam tempo cepat sebagai respon sapaan ramah gadis itu. Jongin juga tak mengerti sejak kapan Soojung sudah berdiri berseberangan dengannya.

“Seperti yang terlihat.” jawab Jongin. Ia sempat salah tingkah namun dengan cepat menyembunyikannya dalam percakapan mereka. “Kau sendiri bagaimana? Studimu lancar?”

“Tentu.” Soojung menyibakkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinganya. Raut Soojung juga tak berbeda jauh dengan yang dialami Jongin. Gadis itu gugup berkali-kali lipat hingga ia merasa pipnya akan meledak karena terlalu panas.

Soojung memang sangat menantikan pertemuan seperti ini dengan Jongin. Setelah tujuh tahun ia meninggalkan Korea untuk melanjutkan studinya, hal ini mungkin menjadi salah satu alasan mengapa ia ingin pulang ke kampung halaman ibunya.

Tapi untuk apa? Soojung sedikit minder jika pertanyaan itu muncul. Ia dan Jongin tak terikat hubungan apa pun. Mereka hanya teman dekat yang  sering belajar bersama. Apalagi saat ia berangkat ke Amerika pun, Jongin tak menampakkan pergerakan lebih. Salah Soojung sendiri memang pergi tanpa pamit pada Jongin seorang. Soojung hanya takut mengucapkan kata perpisahan yang begitu menyakitkan.

Namun saat bersitatap ditengah riuhnya keadaan seperti ini, Soojung merasa beban yang ia bawa kala pergi dulu itu menguap. Wajah Jongin seolah satu-satunya hal yang berada di pandangannya kini. Dan rasa itu masih sama seperti tujuh tahun yang lalu.

“Kalian berdua bukannya dulu pacaran ya?” celetuk Jinri. Gadis itu bergantian mengamati Soojung dan Jongin yang terang saja mengganggu konversasi mereka.

“Kau ini bicara apa Jinri? Kami tidak pacaran.” terang Soojung yang berusaha menenangkan jantungnya. Jongin sendiri diam di tempat. Tak tahu harus merespon seperti apa. Karena pada kenyataanya ia dan Soojung memang tak terlibat hubungan seperti itu.

“Tapi kami benar-benar mengira kalian pacaran lho dulu.“ Sahut Seulgi. Ini seperti menyiram bensin diatas api. Soojung kali ini lebih memilih diam sama seperti Jongin.

Percakapan mereka disambung dengan Sehun yang membeberkan fakta-fakta kedekatan Soojung dan Jongin kala SMA. Pria itu sangat antusias dan berhasil membuat keadan keduanya semakin panas saja. Sedangkan yang lainnya justru menikmati dan menambahi hal yang kadang dibuat-buat. Terutama Jinri dan Wendy yang mengompori ucapan Sehun.

“Jong dia siapa?” telunjuk Chanyeol mengarah pada bocah kecil berambut hitam tebal yang menempel pada Jongin sedari tadi. Jongin sendiri baru sadar jika ia datang kemari tidak seorang diri. “Anakmu?” lanjut Chanyeol.

“Ya Tuhan, kenapa kau tidak mengundang kami?” sahut Jinri yang sadar akan eksistensi lain di belakang Jongin. Ia langsung berlari kecil untuk menghampiri gerombolan yang diciptakan Chanyeol dan  terbentuk mendadak di sekitar bocah kecil tersebut. Bahkan Sehun yang sibuk berceloteh pun menghentikan aktivitasnya.

“Dia mirip sekali denganmu, Jong.” imbuh Seulgi.

“Siapa gadis yang beruntung itu, Bung?” tanya Sehun penasaran. Ia menyikut Jongin meminta penjelasan. Alis matanya terangkat membuat Jongin semakin risih saja jika Sehun sudah begini. “Kau masih mau merahasiakannya setelah semua ini, eoh?”

Mata Sehun menyipit kala ia membisikkan sesuatu di telinga kawannya itu. “Atau jangan-jangan ini sebuah kecelakaan?”

Jongin benar-benar tak percaya dengan pernyataan kawannya ini. Bibirnya menganga dengan spekulasi yang diajukan Sehun ditengah riuhnya suasana pesta yang sempat Jongin lupakan untuk sesaat. “Tentu saja tidak, bodoh.” jawab Jongin tegas yang mendepat tatapan sebal Sehun.

“Selamat ya, Jong.” satu suara lembut menyadarkan Jongin yang kelabakan menanggapi pertanyaan dadakan tersebut. Tentu saja itu milik Jung Soojung yang berdiri tegap menggengam tas kecil miliknya. Jongin menangkap senyum Soojung yang entah kenapa berbeda dari sebelum-sebelumnya.

“Soojung ..” bibir Jongin tertahan untuk melanjutkan kata-kata selanjutnya. Kalimatnya dihentikan oleh pria berjas yang mendekati Soojung dengan tatapan datarnya. Ia membisikkan sesuatu di telinga gadis itu dan berlalu setelahnya.

Guys, maaf ya aku harus pulang lebih dulu. Suamiku ada pertemuan penting setelah ini.”

Sontak perhatian khalayak di lingkar meja itu teralih pada Soojung. Gadis itu baru saja mengucapkan kata sensitif yang mengundang perhatian para hyena. Termasuk Jongin yang masih bergeming dalam alam sadarnya.

“Jadi pria barusan itu suamimu?” tanya Jinri setengah tak percaya. Soojung hanya tersenyum renyah menanggapi interogasi Jinri.

“Terima kasih untuk hari ini. Kalau ada reuni lagi, jangan lupa hubungi aku ya. Aku harap kalian tak melupakanku hanya karena kita menginjak benua yang berbeda.” Soojung menutup kalimatnya dengan sebuah lambaian sebelum melangkah mencari jalan menuju pintu keluar. Meninggalkan kawan-kawannya dalam keadaan hampa.

“Aku shock sumpah.” ucap Sehun ketika Soojung sudah menghilang dari pandangan mereka.

Me too.” tambah Wendy yang menekan tombol like pada pernyataan Sehun jika bisa.

“Soojung dan Kim Jongin melatih kekuatan jantungku.” lanjut Chanyeol sambil memegang dadanya yang ia yakini akan meledak jika tidak ditekan seperti ini.

“Pantas saja aku pernah melihat pria itu. Kalian tahu siapa pria yang mengantar Soojung tadi?” tanya Seulgi yang disambut gelengan serempak kawan-kawannya. “Dia Kim Myungsoo guys. Pewaris JK Group yang dikabarkan akan menikah dengan putri pengusaha Jung Corp. Aku tidak menyangka jika gadis itu Soojung.”

“Kenapa kau tidak bilang dari tadi nona Kang?” tanya Jinri ketus.

“Aku juga tidak tahu. Kukira kakaknya Soojung yang menikah.” bantah Seulgi seolah tak mau disalahkan karena telat memberi informasi.

Jongin sendiri masih enggan membuat pergerakan tambahan karena tubuhnya kaku seolah dirantai baja. Ia tak jauh beda dengan koloninya yang masih bertanya-tanya tentang gadis Jung yang semakin misterius saja. Dan tentu saja, Jongin harus membuang perasaannya pada Soojung jauh-jauh setelah ini.

.

.

“Bagaimana reunimu Kry? Kau bertemu dengannya? Apa dia masih tampan seperti yang kau ceritakan sebelumnya padaku?” Myungsoo menyenggol lengan Soojung setelah menyerbu gadis itu dengan serentetan pertanyaan. Sedangkan yang ditanya malah lemas seperti daging sapi yang teronggok siap dipotong.

“Sangat tampan dan semakin tampan, El.” jawab Soojung. Gadis itu terlihat mabuk meski ia tak meneguk segelas minuman pun. Mereka baru beberapa langkah keluar dari tempat acara berlangsung, tapi gadis itu sudah mau limbung saja.

“Kau tak apa? Sepertinya dirimu mulai tak sehat.” tanya Myungsoo khawatir. Soojung hanya mengebaskan tangannya ke arah raut cemas Myungsoo.

“Sampaikan terima kasih pada Jessi karena meminjamkan suaminya. Setidaknya aku tidak menahan malu karena tampil single di depan Jongin.” Soojung tersenyum hampa pada angin-angin. Matanya makin buram dan tubuhnya oleng sedikit kesamping.

Kelakuan Soojung yang semakin random, terang saja membuat Myungsoo bingung. Bukankah tadi Soojung bilang jika pria itu semakin tampan yang berarti mengobati rindunya kala mereka berpisah. Tapi mengapa sikapnya ini berbanding terbalik dengan perilaku yang seharusnya diperlihatkan oleh orang yang baru melepas rindu. Terlebih dengan orang yang ia cintai.

“Kau mau aku kembali dan mengatakan aku suami kakakmu lalu meninju pria bernama Jongin itu agar ia sadar ada gadis yang menantinya selama tujuh tahun?” tawaran Myungsoo terdengar menggiurkan. Sejenak Soojung menimang-nimang hal gila tersebut. Namun saat itu juga ia ditampar fakta yang jelas-jelas disuguhkan dihadapannya.

Soojung menggeleng pasrah. “Tidak perlu, El.”

“Kenapa?”

“Karena .. “ Soojung menutup matanya geram. Ia menelan salivanya dengan susah payah. “Dia sudah punya anak, El. Kim Jongin. Pria itu sudah punya anak kubilang.” setengah berteriak Soojung mengucapkan kalimat itu tepat di dekat telinga Myungsoo. Membuat pria itu menutup mata juga telinganya kala Soojung menangis layaknya bayi. Ia sudah hafal betul dengan kelakuan adik iparnya itu.

“Kau yakin?” tanya Myungsoo yang sejenak menghentikan tangisan Soojung.

“Apa maksud pertanyaanmu? Dia sendiri yang membawa bocah kecil pada sebuah reuni. Bukankah itu maksudnya pamer padaku?”

Untuk sesi ini Myungsoo harus mendengarkan dengan cermat karena jika Soojung dalam mood yang kurang baik, ia akan berbicara terlampau cepat. Myungsoo juga tidak tahu kemana perginya kesedihan Soojung yang kini diganti umpatan kesal layaknya singa betina yang kelaparan.

“Kau pulang saja dulu. Aku harus menenangkan diri dan menghilangkan bekas air mata jika tidak ingin diledek Jessi dirumah nanti.” ujar Soojung tak acuh. Ia menghapus kasar jejak yang terpeta dibawah netranya dengan punggung tangan.

Sedangkan Myungsoo menatap Soojung iba sekaligus geli. Pria itu meminta persetujuan terakhir sebelum ia berkendara sendirian nantinya.

“Tenang saja, aku masih hafal jalan pulang. Doakan saja agar tidak nyasar.” ucap Soojung ketus. Tungkainya lebih cepat ketimbang pergerakan leher Myungsoo. Karena saat pria itu ingin berbalik menyampaikan sesuatu, Soojung sudah berteleportasi ketempat lain.

“Bagaimana dia bisa pulang? Dompet saja tidak bawa.”

.

.

Acara reuni sudah berakhir beberapa menit yang lalu. Dengan berat hati Jongin melambai sambil mengucap salam perpisahan pada kawannya yang bubar di halaman parkir. Chanyeol dan Wendy sudah lebih dulu melajukan mobilnya dari kawasan sekolah mereka. Disusul dua gadis –Seulgi dan Jinri- yang memiliki janji untuk jalan-jalan bersama pulang reuni. Sehun sendiri memilih naik bus umum untuk transportasi pulang.

Sedangkan Jongin, pria itu menggandeng bocah laki-laki yang wajahnya mulai cemberut akibat kelelahan. Mereka berteduh dibawah kanopi halte bus dari sengatan sinar mentari. Sesekali ia melirik ke sekelilingnya yang mulai sepi karena para hadirin sudah membubarkan diri. Hanya ada beberapa manusia yang bernasib sama seperti Jongin, menunggu kendaraan umum.

Jongin mengusap puncak kepala anak kecil yang duduk diam di sampingnya. “Kau lelah? Sebentar lagi kita pulang.” ucap Jongin lembut. Lagi pandangannya menyapu jalanan kota yang dipenuhi kendaraan roda empat. Pria itu baru saja melewatkan satu armada bus yang melintas.

Ia juga terlihat tak peduli dengan bus lain yang lagi-lagi berhenti tanpa mengangkut dirinya. Jongin melirik arlojinya yang menunjukkan lima belas menit ia menunggu di halte. Ujung matanya menangkap mobil hitam yang melipir tepat di batas trotoar tempat ia berada. Jongin tersenyum lega kala wajah itu muncul dari pintu mobil.

“Kau datang, hyung.” sapa Jongin. Pria yang tak lebih tinggi dari Jongin itu membalas dengan lekukan bulan sabit di matanya. Ia merapat ke bangku tempat Jongin dan bocah itu duduk menunggu.

“Bagaimana reunimu? Apa Joonseok mengganggu?”

Jongin menggeleng ringan. Keadaan bocah bernama Joonseok tersebut malah menyelamatkannya di hadapan kawan-kawannya dan juga gadis itu, Soojung. Setidaknya Jongin juga terlihat bahagia meski ia meminjam anak sepupunya itu.  “Tentu saja tidak. Lalu bagaimana istrimu? Apa dia sudah melahirkan?” tanya Jongin.

Pria dengan setelan kemeja biru dan juga celana panjang hitam itu terkekeh. Tampak sekali raut senang yang terpeta di wajahnya. Kim Joonmyeon  namanya. Ia sepupu Jongin yang sudah seperti kakak kandung bagi pria tersebut. Ia pula lah ayah Joonseok yang disangka sebagai anak Jongin.

Joonmyeon terpaksa menitipkan Joonseok karena istrinya dalam proses bersalin dan pria itu harus berjaga semalaman. Tidak mungkin baginya membawa Joonseok yang dibawah umur untuk begadang mondar-mandir di koridor rumah sakit. Lagi pula Jongin juga tidak keberatan untuk menjaga anak pertamanya itu hingga ia tiba menjemput.

“Ya. Dan Joonseok sekarang punya adik perempuan.” ucap Joonmyeon girang. Jongin juga terbawa dalam kebahagian yang diumbar keluarga kecil sepupunya itu.

“Aku turut senang hyung. Sampaikan maafku pada istrimu. Aku belum bisa menjenguknya karena ada pekerjaan yang harus kuselesaikan.” kata Jongin. Pria itu membenahi pakaiannya dan hendak bersiap saat bus yang ia tunggu-tunggu terlihat dari kejauhan.

“Oh ya, bagaimana dengan Soojung? Kau bertemu dengannya?”

Pertanyaan Joonmyeon seolah menghentikan mekanisme otak Jongin. Bayangan pria berjas yang mendekati Soojung membuat pikirannya disapu badai pasir. Buram dan juga perih disaat yang bersamaan. Jongin menampakkan senyum segaris yang ditangkap radar penglihatan Joonmyeon.

“Kenapa?” tanya Joonmyeon khawatir.

“Seharusnya aku tahu, saat aku melepaskannya dulu itu juga berarti melepaskan posisiku yang pernah berdiam di hati gadis itu.” jawaban Jongin yang memiliki makan tersirat membuat Joonmyeon makin tak paham.

“Dia sudah punya kekasih?” Joonmyeon bertanya lagi, tapi nadanya terdengar sangat berhati-hati. Takut meruntuhkan perasaan Jongin yang kini berada di  ujung tanduk.

“Lebih buruk lagi.”

Seketika suasan suram berkumpul melingkar di sekeliling Jongin. Joonmyeon sudah mengerti artinya dan ia memilih untuk diam. Pria itu menyibukkan diri mengelus kepala Joonseok yang telah beralih ke pangkuannya. Ujung matanya sesekali melirik Jongin yang masih terlihat hampa. Jongin bahkan melewatkan busnya yang mengosongkan halte tempatnya duduk.

Satu tangan Joonmyeon terulur menepuk pundak adik sepupunya. “Jong, kau percaya takdir? Jika Soojung memang takdirmu, ia akan kembali padamu apa pun yang terjadi.”

Jongin memutar kepalanya diakhir kalimat Joonmyeon. Tak biasa hyung-nya itu berkata bijak dan menenangkan seperti ini. Tapi Jongin juga harus berterima kasih karena nasehat yang entah kenapa berhasil mengembalikan lekukan di bibirnya.

“Tak cocok untuk pria sepertimu hyung.” ucap Jongin mengacu pada kalimat wejangan milik Joonmyeon. Pria itu malah terkekeh seolah lupa apa yang barusan ia katakan. Ia bangkit sembari menggendong anaknya yang telah terlelap dalam percakapan singkat mereka.

“Sudah ya, Joohyun tak bisa menunggu lama.”

Jongin mengangguk. Tentu ia bisa membayangkan betapa bahagianya Joonmyeon saat ini. Keluarganya yang kedatangan anggota baru yang menambah riuhnya keadaan rumahnya kelak. Jongin sudah banyak melambai hari ini, ia juga tak lupa memberikan satu pada Joonmyeon yang telah memutar ban mobilnya.

fin.

Author’s note;

Aku nggak tahu sejak kapan suka banget sama kaistal. Dan jadi gila waktu kemaren berburu quotes mereka yang menjamur di insta. Karena mereka itu cocok banget waktu berdiri berdua. Bikin fic ini aja sampe begadang karena ga rela feelnya ilang ditengah jalan. Haha

Dan lagi, endingnya gantung ugh. Mungkin bakal aku buatin sequel entar. Jadi ada yang bisa nyimpulan mereka berdua ini kenapa? XD

Don’t forget to leave some review(s) guys!

 

baekpear

59 thoughts on “[Freelance] Retrouvailles

  1. sequuellll i neeeddd sequeeellll :”v
    kerennn kaa tapi ah gantungg aduh ah uh(?):v
    mungkin mereka sama sama ngga bisa ngaku perasaan masing masing
    ditunggu sequelnya kaa

    Like

  2. suka kaaa~ aku kira pertamanya juga itu anaknya jongin eh ternyata bukan sama kaua soojung aku kira suaminya eh ternyata bukan baguslah~
    menurutku mereka ini sama2 suka tapi tak tahu menahu/?
    ditunggu squel nya kak wanda ><

    Like

    • Hai!
      Mereka salah paham gegara malu-malu kucing haha XD
      Endingnya yang gantung itu agar readers bikin lanjutan terserah imaji mereka sendiri sih haha.
      Oh iya baitewai aku pat XD freelance hohoho
      Thanks udah baca ^^

      Like

  3. sequel pliiiiiissss…ini hrs ada sequelnya..jongin hrs tau kalo soojung blm punya suami dan soojung harus tau kalo itu bukan anak jongin.ih gemes banget deh,dibikinin sequel dong dan happy ending ya hehe..keren deh ceritanya

    Like

  4. YA NYEBELIN KAAKKKKK😭😭😭😭
    KOK GANTUNGG😭😭😭
    HUAAAA
    SEDIHHH😭
    SEQUEL SEQUEL😭😭
    Gatega bacanya sumpah😭
    Aku kira bakalan happy ending😭😭
    Taunyaaaaa😭😭
    Huaaaa😭😭
    Sequeeelll😭😭
    Kakkkkkk.ditungggu yaaaaaaaaaaa😭😭
    Aku gabut sumpah😭😭

    Like

  5. Sumpah ya ini need sequel banget! Ngga rela ah kalo ujungnya cuma diem dieman begini terus pisah tanpa tahu gimana yg sebenernya~
    Nice story! Sumpa deh kaget waktu baca jongin udah punya anak dan soojung yg udah nikah tapi ternyata enggak ehehehe

    Like

    • Yeah! ini jujur aku masih bingung soal sequelnya karena takut nggak pas sama fic ini. hoho. dilema kan XD
      Thanks ya! Ternyata jongin cuma bawa anaknya tetangga dan mba soojung pinjem suami kakaknya 😀

      Like

  6. Kaaaaak jangan dibuat angst kaaaak!!!!!
    Kasian kaistalnya kalo nggak tau kebenarannya huhuhuhu 😭😭😭😭😭😭
    Sequel pleaseeeee 😭😭😭😭

    Nice story, keep writing! 👍👍👍👍👍

    Like

  7. Jadi mereka sama-sama salah paham? Bahkan aku juga sempet salah paham 😀
    Ini gantung banget deh, enggak enak kak digantungin kayak gini tuh 😦
    Ditunggu banget sequel-nya kak 🙂 dan pokoknya harus happy ending ya 😀 maksa dikit enggak pa-pa kan 😀

    Like

Arcadian's Say